Akar dalam struktur
pepohonan menempati posisi paling strategis dan utama. Nyaris semua bagian
pepohonan menggantungkan keberlangsungan hidupnya pada akar : batang, dahan,
ranting, daun terlebih lagi buah. Bahkan proses lahirnya suatu tanaman yang
bermula dari sebuah biji, sebelum membentuk bagian yang lain, yang pertamakali
terbentuk adalah akar.
Demikian pula dalam
proses pertumbuhannya hingga menghasilkan buah. Akar adalah ujung tombaknya.
Saripati tanah sebagai makanan yang akan diproses lebih lanjut tidak bisa
tidak, harus melalui akar dahulu. Jika akar ini sehat maka bisa dipastikan
proses berikutnya akan berjalan normal. Namun sebaliknya, sesubur apapun tanah
yang didiami, manakala struktur utama ini bermasalah, bisa dipastikan efeknya
dapat berpengarug pada proses selanjutnya. Dan kemungkinan terburuk adalah
berakhirnya keberlangsungan hidupnya.
Dari akar ini akan
terbentuk batang, pohon yang kuat, dahan, ranting, serta dedaunan asri yang
sejuk dipandang mata. Dan yang paling dinanti tentu saja bunga yang indah dan
buah-buahan yang segar lagi menyehatkan. Pernahkah kita memperhatikan aneka
warna bunga yang merekah dan memancarkan keindahannya? Pernahkah kita
perhatikan rumah kecil dengan sederetan pepohonan dan aneka bunga menghiasi
halamannya? Kesan yang timbul tentu kesejukan serta kenyamanan, bukan kecil dan
sempitnya rumah itu.
Sesungguhnya
akarlah yang menjadikan pohon tegak dan hidup, akan tetapi ia tersembunyi
didalam tanah, tidak terlihat oleh manusia. Ia rela semua mata manusia kagum
dan menyukai bagian yang lainnya, entah batang kayunya yang kuat atau buahnya
yang lezat. Akarlah yang bersusah payah merambat ke segala arah tak kenal
kering serta tandusnya tanah di musim kemarau, mencari makanan demi tegak dan
hidupnya sang pohon. Ia tidak pernah mengeluh lantaran merasa capek
berpuluh-puluh meter mengais saripati tanah, lantas kesal dan “mogok kerja”.
Apalagi minta “pensiun”. Biarlah tersembunyi di dalam tanah asalkan bisa
memberikan yang terbaik bagi yang ada di permukaan tanah. Itulah prinsip akar.
Begitulah Allah swt
mencontohkan keikhlasan sejati pada manusia melalui salah satu ciptaan-Nya.
Akan tetapi sedikit sekali manusia yang mengambil fenomena alam ini sebagai
pelajaran dalam mengayuh biduk di tengah samudra kehidupan. Sebagian orang lebih
mengutamakan ketenaran sehingga membangun amal yang diliputi hiruk pikuk
publikasi dan gaung kemasyhuran. Tidak lagi mengedepankan prinsip perjuangan
dan pengorbanan. Segala yang ia lakukan hanya untuk memberikan yang berbaik
bagi dirinya sendiri, tanpa peduli dengan yang lain. Padahal Allah swt
menghendaki manusia mengikuti karakter pohon keimanan, akarnya menghujam ke
dalam bumi, batangnya menjulang tinggi ke langit dan memberikan buah yang lezat
bagi siapa saja.
Sungguh mustahil tanpa
akar yang menghujam kuat ke bumi akan menghasilkan buah yang berkualitas
tinggi, karena badai dan topan akan mudah melumatkannya sebelum proses
pembuahan terjadi. Dalam kehidupan manusia memberi arti bahwa suatu amal yang
berangkat dari niat yang tidak ikhlas mustahil akan memperoleh hasil baik dan
memuaskan. Kalaupun membawa kesuksesan maka itu bersifat semu dan membawa
kemudharatan lebih besar dari maslahatnya. Niat yang terkontaminasi dengan
polusi hawa nafsu akan merusak amal, mengotori jiwa, melemahkan barisan dan
menggagalkan pahala.(Mohamad Agus Faozan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar